Category Archives: pendidikan

OTONOMI PENDIDIKAN

Standar

A. Latar Belakang Otonomi Pendidikan

Krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia disebabkan oleh lemahnya sistem perekonomian, yang pada akhirnya berdampak pada kemampuan pemerintah dalam penyiapan dana yang cukup untuk keperluan pendidikan. Kondisi tersebut mengakibatkan menurunnya mutu pendidikan dan terganggunya proses pemerataan pendidikan.

Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan bangsa dan merupakan sarana yang efektif untuk membangun watak bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai perubahan, salah satunya yang menonjol yaitu lahirnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Undang-undang tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap sistem pengelolaan pendidikan yang dilakukan secara otonom.

Otonomi pengelolaan pendidikan ditujukan agar dapat diwujudkan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan yang lebih cepat dan tepat, efektif dan efisien, bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Seiring dengan itu otonomi pendidikan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang selama ini ditentukan oleh pusat dilimpahkan menjadi wewenang pemerintah daerah.

Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan.

Dalam pengertian otonomi pendidikan terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilaksanakan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.

Otonomi  pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil  harus selalu dipertanggungjawabkan kepada publik, karena sekolah merupakan institusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang.

B. Manajemen Berbasis Sekolah

Pada kerangka otonomi pendidikan, sekolah merupakan pilar utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Upaya mewujudkan sekolah yang mandiri dan kreatif tidak akan pernah terwujud tanpa adanya pemberian kepercayaan yang penuh bagi sekolah itu agar dapat mengaktualisasikan potensinya. Untuk itu, sekolah beserta seluruh perangkatnya harus segera bangkit untuk menemukan pola pendidikan menuju kemandirian, dan senantiasa kreatif dalam melakukan setiap aktivitas. Dalam hal ini muncul istilah manajemen berbasis sekolah.

Manajemen berbasis sekolah (MBS) atau school based management adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Dalam MBS sekolah diharapkan mengenal kekuatan dan kelemahannya, potensi-potensinya, peluang dan ancaman yang dihadapinya, sebagai dasar dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan diambilnya. Manajemen berbasis sekolah dikembangkan dengan kesadaran bahwa setiap sekolah memiliki kondisi dan situasi serta kebutuhan yang berbeda-beda.

Pada dasarnya manajemen berbasiskan sekolah ditujukan agar sekolah lebih leluasa mengelola sumber daya yang ada sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah.

Ada tiga tujuan utama dari manajemen berbasiskan sekolah, yaitu:

  1. Peningkatan efisiensi, berkaitan dengan keleluasaan mengolah sumber daya yang ada dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan, serta penyederhanaan birokrasi.
  2. Peningkatan mutu, berkaitan dengan tinggi rendahnya partisipasi orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan sekolah yang fleksibel, keprofesionalan guru, pelaksanaan imbalan dan hukuman, dan penciptaan suasana kerja dan lingkungan yang kondusif.
  3. Peningkatan pemerataan pendidikan, berkaitan dengan kesempatan yang diberikan kepada anggota masyarakat/warga  negara untuk mengikuti pendidikan secara adil dan merata.

Melalui pelaksanaan menajemen berbasis sekolah diharapkan akan memberi peluang kepada kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan inovasi pendidikan dalam segala bidang yang meliputi inovasi dalam kurikulum, proses belajar mengajar, pengelolaan pendidikan dan pengajaran. Kemudian Melalui manajemen berbasis sekolah akan dapat diciptakan kerja sama yang erat dan baik antara kepala sekolah, guru dan personil lainnya serta dengan orang tua murid dan masyarakat untuk mengupayakan pemerataan, efektivitas, dan efisiensi pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, serta peningkatan kualitas dan produktivitas pendidikan.

Manajemen berbasis sekolah bertujuan memberikan otonomi kepada sekolah. Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan sekolah sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Dalam konsep MBS hendaklah diusahakan sejauh mana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara administratif.

Agar program MBS dapat memberikan keuntungan bagi sekolah secara maksimal, diperlukan adanya sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup untuk membiayai lembaga yang meliputi gaji personal, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, dan biaya lainnya yang digunakan untuk kepentingan lembaga.

Manajemen berbasis sekolah mempunyai beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut:

  1. Sekolah dapat meneyesuaikan kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki sekolah.
  2. Dapat dilakukan peningkatan kreativitas pengelola beserta seluruh jajaran pendukungnya.
  3. Dalam membuat program sekolah akan lebih tahu akan kebutuhan.

Disamping keuntungan tersebut diatas, manajemen berbasis sekolah juga memiliki kekurangan sebagai berikut:

  1. Masih ditemui lemahnya kemampuan kepala sekolah untuk memahami secara tepat dalam mengaplikasikan program yang distandarkan.
  2. Sarana yang belum mendukung, karena masih adanya perbedaan antara pusat dan daerah disebabkan kemampuan yang berbeda.

C. Pendidikan Berbasis Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup dalam hubungan secara akrab satu sama lainnya yang mendiami suatu daerah. Dengan demikian pendidikan berbasiskan masyarakat adalah pendidikan yang dikelola secara langsung oleh masyarakat, dan didasarkan atas inisiatif masyarakat, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Pendidikan berbasiskan masyarakat mengindikasikan kepemilikan masyarakat terhadap pendidikan, dimana masyarakat ikut serta secara aktif dalam pengambilan keputusan dan kebijakan mengenai pendidikan. Masyarakat terlibat secara langsung dalam menentukan tujuan pendidikan, kurikulum, materi, standar kemampuan lulusan yang diharapkan, guru dan kualifikasinya, persyaratan siswa, dan dana yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan.

Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi lahirnya konsep pendidikan berbasis masyarakat yaitu sebagai berikut:

  1. Keterbatasan sekolah reguler, terutama di daerah-daerah terpencil dengan lokasi penduduk yang tidak merata dengan jumlah peserta didik yang sedikit.
  2. Keragaman budaya, di mana terjadinya penguatan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai lokal yang sangat diperlukan.
  3. Keterbatasan anggaran biaya pemerintah

Tujuan pendidikan berbasiskan masyarakat yaitu untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan sumber daya daerah dan untuk melahirkan suatu sikap positif pada masyarakat bahwa pendidikan itu bukanlah tugas dan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan menjadi milik seluruh komponen masyarakat yang berhubungan langsung dengan pendidikan tersebut.

Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan program pendidikan berbasiskan masyarakat antara lain:

  1. Sistem perencanaan, penganggaran dan pertanggungjawaban keuangan masih dipengaruhi sistem lama.
  2. Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan masyarakat untuk mengambil peran dalam pelaksanaan program-program pembangunan yang dibutuhkan masyarakat.
  3. Sikap birokrasi yang cenderung berperilaku sebagai penentu
  4. Sistem perencanaan yang masih bertumpu dari atas, sedangkan karakteristik kebutuhan beraneka ragam.
  5. Pola pikir masyarakat yang masih bertumpu pada kebutuhan yang bersifat fisik
  6. Budaya statis dan merasa puas dengan apa yang ada.
  7. Jumlah organisasi kemasayarakatan yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.

KESIMPULAN

Konsep otonomi pendidikan muncul sebagai pengaruh dari peraturan perundang-undangan tentang otonomi daerah, dimana daerah diberi wewenang oleh pemerintah pusat dalam penentuan suatu kebijakan tertentu. Otonomi pendidikan berarti memberikan suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Otonomi disini maksudnya yaitu memberikan suatu kewenangan terhadap suatu lembaga pendidikan dengan tujuan untuk memandirikan lembaga pendidikan tersebut.

Dalam otonomi pendidikan terdapat istilah manajemen berbasis sekolah dan pendidikan berbasis masyarakat. Manajemen berbasis sekolah adalah sistem manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sedangkan pendidikan berbasis masyarakat adalah pendidikan yang dikelola secara langsung oleh masyarakat, dan didasarkan atas inisiatif masyarakat, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

PENTINGNYA SERTIFIKASI GURU

Standar

A.     PENGERTIAN SERTIFIKASI GURU

Dalam undang-undang republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.

Sertifikasi guru merupakan pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi professional. Oleh karena itu, proses sertifikasi dipandang sebagai bagian esensial dalam upaya memperoleh sertifikat kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Sertifikasi guru merupakan proses uji kompetensi bagi calon atau guru yang ingin memperoleh pengakuan atau meningkatkan kompetensi sesuai profesi yang dipilihnya.

Pada hakikatnya, sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman.

Karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional:

1.      Mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik

2.      Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat

3.      Mampu bekerja untuk mewujudkan tujua pendidikan di sekolah

4.      Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.

B.     PENTINGNYA SERTIFIKASI GURU

Sertifikasi guru sangat penting sekali yaitu untuk pemberdayaan guru menuju guru yang professional. Pemberdayaan guru dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya. Sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan dikalangan guru dan tenaga kependidikan.

Sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu dan  menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Tujuan sertifikasi menurut Wibowo (2004) adalah sebagai berikut:

1.      Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan

2.      Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan

3.      Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-ranbu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten

4.      Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan

5.      Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan

Adapun manfaat dari sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan adalah sebagai berikut:

1.      Pengawasan mutu

a.       Lembaga serifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik

b.      Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan

c.       Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karir selanjutnya

d.      Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan profesionalisme

2.      Penjaminan mutu

a.       Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.

b.      Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan / pengguna yang ingin memperkerjakan orang dalam bidang keahlian dan keterampilan tertentu.

Jalal dan Tilaar (2003: 382-391), mengungkapkan bahwa proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekrutmen guru, pembinaan dan peningkatan karir guru.

Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan insentif yang diperoleh. Kenaikan gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan pada aspek-aspek kesejahteraan lain yaitu prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir, penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan.

Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

1.      Kesulitan tempat bertugas

2.      Kemampuan, keterampilan, dan kreativitas guru

3.      Fungsi, tugas dan peranan guru di sekolah

4.      Prestasi guru dalam mengajar, menyiakan bahan ajar, menulis, meneliti, dan membimbing,

Sistem rekrutmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang diinginkannya. Pendidikan dan pembinaan tenaga guru dapat ditempuh melalui beberapa cara yaitu pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan, dan pendidikan akta mengajar.

Sertifikasi guru merupakan amanat undang-undang republic Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh melalui pertumuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel dan symposium.

Fitrah dan Potensi Manusia Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

Standar

 

PENDIDIKAN ISLAM DAN KAITANNYA DENGAN FITRAH DAN

POTENSI MANUSI

A. PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam. Selama lebih kurang 23 tahun Rasulullah mengenalkan Islam kepada manusia melalui pendidikan. Melalui pendidikan ini diharapkan dapat membentuk akhlak manusia yang mulia serta memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam dengan sebaik-baiknya.

Pendidikan Islam merupakan sarana yang sangat penting dalam pengembangan potensi manusia sesuai dengan fitrahnya.  Dalam pendidikan Islam, semua pihak yang terkait harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik agar tujuan yang hendak dicapai dapat terwujud. Tujuan utama dari pendidikan Islam itu adalah untuk membentuk pribadi muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta memiliki ilmu pengetahuan. Manusia sebagai khalifah di bumi ini tidaklah cukup jika hanya memiliki ilmu tanpa keimanan, karena hal tersebut akan membawa manusia kepada kerugian yang besar. Ilmu yang dibarengi dengan iman akan menghasilkan pribadi yang mantap yang dapat menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah agung di muka bumi ini.

Islam merupakan agama yang menempatkan orang-orang yang beilmu pada kedudukan yang tinggi. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Quran surat Al-Mujadilah ayat 11, bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Dalam surat ini kelihatan sekali bahwa iman dan ilmu harus sejalan, dan untuk meraih itu semua yaitu melalui pendidikan Islam.

B.     HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan dan manusia tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Manusia merupakan subjek dan objek pendidikan. Oleh karena itu pendidikan tidak berarti sama sekali jika tidak ada manusia di dalamnya. Sebaliknya manusia tidak akan berkembang dengan sempurna tanpa pendidikan.

Pada awalnya manusia membutuhkan pendidikan disebabkan oleh adanya upaya pewarisan nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat dan kecendrungan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Kedua hal tersebut dapat diwujudkan melalui proses pendidikan. Namun upaya pewarisan nilai-nilai budaya dan pengembangan potensi tersebut belum lengkap jika tidak dibarengi dengan nilai religius. Nilai religius ini diharapkan dapat membimbing manusia ke arah yang benar dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berusaha menanamkan nilai-nilai religius pada peserta didik agar mereka mampu hidup mandiri dengan berpedoman pada Al-Quran dan As Sunnah.

  1. Pengertian Pendidikan Islam

Pengertian pendidikan, dalam bahasa Arab, dikenal dengan beberapa istilah berikut:

  1. Ta’lim, merupakan mashdar dari kata ‘allama yang berarti pengajaran yang bersifat penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.[1] Tokoh yang memperkenalkan istilah ta’lim adalah Abdul Fatah Jalal.
  2. Tarbiyah, merupakan mashdar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, dan memelihara. Tokoh yang memperkenalkan istilah ini adalah Muhammad Athiyah Al-Abrasyi.
  3. Ta’dib, merupakan mashdar dari addaba, yang berarti proses mendidik yang tertuju pada pembinaan akhlak atau budi pekerti peserta didik. Tokoh yang memperkenalkan istilah ta’dib yaitu Muhammad Al-Naquib Al-Attas.
  4. Riyadhah, diartikan sebagai pengajaran dan pelatihan. Tokoh yang memperkenalkan istilah riyadhah adalah Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Al-Ghazali membatasi ruang lingkup pendidikan pada fase anak-anak sehingga disebut Riyadhah Al-Shibyan atau Riyadhah Al-Athfal.

Dari beberapa istilah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan adalah proses pemberian atau penyampaian ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik dan bertanggung jawab dalam mengasuh dan membimbing peserta didik untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Pengertian pendidikan tersebut diatas belum mengandung unsur religius, oleh karena itu para ilmuwan muslim mencoba merumuskan konsep pendidikan Islam dengan memberikan beberapa definisi. Salah satu diantaranya yaitu H. M Arifin yang memandang pendidikan sebagai suatu proses sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah dengan berpedoman pada ajaran Islam.

Sedangkan M. Kanal Hasan mendefinisikan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses yang komprehensif dari pengembangan kepribadian manusia secara keseluruhan, yang meliputi intelektual, spiritual, emosi, dan fisik. Sehingga seorang muslim disiapkan dengan baik untuk melaksanakan tujuan kehadirannya di sisi Tuhan sebagai hamba dan wakil-Nya di muka bumi.[2]

Kedua pendapat para ahli diatas mengandung makna bahwa pendidikan hendaknya didasarkan pada ajaran Islam sehingga hasil dari pendidikan tersebut melahirkan intelektual-intelektual muslim yang dapat menjalankan perannya dengan baik sebagai hamba Allah SWT. Jadi pada intinya pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk cendekiawan muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Ilmu yang dilandasi dengan iman kepada Allah akan sangat bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat kelak.

Namun, seperti yang terjadi di Negeri ini, pendidikan Islam malah diacuhkan begitu saja. Pendidikan Islam belum menjadi prioritas utama. Pemerintah Negara lebih memusatkan perhatiannya kepada sekolah-sekolah umum yang pendidikan agamanya hanya satu kali dalam seminggu. Hal ini terbukti dari ketertingagalan sekolah Islam dari sekolah umum, khususnya dalam masalah pendanaan. Kemudian dari sisi lain para orangtua juga cenderung memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah umum, karena mereka beranggapan bahwa lulusan sekolah umum lebih diterima di berbagai instansi swasta ataupun negeri. Yang lebih parahnya lagi, ada pula orangtua yang memasukkan anaknya ke sekolah non muslim dengan alasan sekolah tersebut lebih berkualitas. Na’uzubillahi min zalik!

Jika diperhatikan dengan seksama, masalah tersebut terjadi karna kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan Islam. Untuk menyelesaikan masalah tersebut hendaknya semua umat muslim saling bekerja sama mencari jalan keluarnya, yaitu dengan memberikan pandangan positif terhadap pendidikan Islam. Siapa lagi yang bertanggungjawab terhadap kesuksesan pendidikan Islam kalau bukan orang-orang yang terkait di dalamnya, yaitu umat muslim itu sendiri.

2. Dasar Pendidikan Islam

Dasar merupakan landasan tempat berpijak yang memberikan arahan pada pencapaian tujuan yang diinginkan. .Dasar utama pendidikan Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam, berupa firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang bernilai ibadah bila membacanya dan akan mendapatkan pahala yang tiada putus-putusnya bila mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Dalam Al-Quran terkandung semua perkara manusia. Segala sesuatu tentang kehidupan dan alam semesta ini dibahas secara tuntas dalam Al-Quran. Oleh karena itu Al-Quran dijadikan sebagai dasar utama dalam segala urusan manusia, khususnya umat muslim, termasuk di dalamnya urusan pendidikan Islam.

As-Sunnah juga menjadi dasar utama pendidikan Islam, berada pada urutan kedua setelah Al-Quran. As-sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat Islam.

Al-Quran dan As-Sunnah merupakan dasar utama pendidikan Islam, selain daripada itu terdapat pula beberapa dasar tambahan, yaitu sebagai berikut:

  1. Dasar historis, merupakan dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, sehingga pendidikan yang sekarang diharapkan menjadi lebih baik.
  2. Dasar sosiologi, adalah dasar yang memberikan kerangka sosial budaya.
  3. Dasar ekonomi, merupakan dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi finansial, serta bertanggungjawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaan.
  4. Dasar politik dan administratif, merupakan dasar yang memberikan gambaran ideologis, sebagai tolak ukur untuk mencapai tujuan yang di cita-citakan.
  5. Dasar psikologi, merupakan dasar yang memberikan penjelasan tentang aspek psikologis peserta didik, termasuk didalamnya pengetahuan tentang bakat, minat, karakter, dan watak seorang individu.
  6. Dasar filosofi, merupakan dasar yang memberikan penjelasan tentang hakikat dan kebenaran, sehingga memberi arahan dalam bertindak.
  7. Dasar religius, merupakan dasar yang bersumber pada ajaran agama.

Mengenai dasar pendidikan Islam ini, terdapat pula beberapa pendapat. Ramayulis dalam bukunya “Ilmu Pendidkan Islam” membagi dasar menjadi tiga kategori yaitu dasar pokok, yakni Al-Quran dan As-Sunnah, dasar tambahan yakni perkataan sahabat, ijtihad (ijma’ ulama), maslahah mursalah (kemaslahatan umat) dan urf (adat istiadat), dan dasar operasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Kemudian ada pula yang hanya membagi dasar pendidikan Islam menjadi tiga yaitu al-Quran, As-Sunnah dan ijtihad. Namun keseluruhan pendapat tersebut tidak perlu menjadi bahan perdebatan diantara umat. Pada intinya, apapun yang menjadi dasar pendidikan Islam hendaknya dapat memberi arahan yang baik untuk tercapainya suatu tujuan yang hendak dicapai.

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Islam

Tujuan merupakan target atau sasaran yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan, suatu badan atau organisasi tidak memliki arahan yang jelas sehingga tidak akan dapat memperoleh suatu keberhasilan. Adapun tujuan dari pendidikan Islam adalah menjadikan manusia sebagai hamba Allah yang  senantiasa mengabdi kepada-Nya, agar ia dapat membangun bangsa serta mengelola dan memanfaatkan alam semesta ini dengan sebaik-baiknya berdasarkan aturan dan konsep yang sesuai. Dengan tercapainya tujuan ini, segala aspek kehidupan manusia akan berjalan dengan lancar sehingga menciptakan kehidupan yang aman, damai dan sejahtera.

Tujuan pendidikan Islam kemudian terbagi pula kedalam beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

  1. Tujuan tertinggi, merupakan tujuan yang mutlak, yaitu untuk menjadikan peserta didik menjadi insan kamil, yang senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Sang Pencipta serta berakhlak mulia.
  2. Tujuan umum, yaitu tujuan pendidikan Islam yang berupaya untuk membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin.
  3. Tujuan khusus, merupakan tujuan yang fleksibel sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Tujuan khusus pendidikan Islam terbagi lagi kedalam tiga ketegori yaitu tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.[3]

Tujuan kurikuler adalah tujuan yang telah ditetapkan di setiap lembaga pendidikan. Tujuan pembelajaran umum yaitu tujuan yang diarahkan pada penguasaan suatu bidang studi dalam satu jenjang pendidikan. Sedangkan tujuan pembelajaran khusus adalah tujuan yang diarahkan pada penguasaan materi yang diajarkan dalam satu bidang studi.

Tujuan sementara, merupakan tujuan-tujuan yang dikembangkan dalam rangka menjawab segala tuntutan kehidupan.[4] Tujuan ini bersifat kondisional, tergantung faktor dimana peserta didik itu tinggal atau hidup.

Pendidikan Islam dengan berbagai tujuan yang hendak dicapai tentunya juga memiliki fungsi yang signifikan. Adapun fungsi dari pendidikan Islam adalah sebagai upaya pembentukan kepribadian muslim seutuhnya dan sebagai sarana pewarisan budaya dari satu generasi sehingga budaya tersebut tidak akan hilang dan tetap abadi sepanjang masa. Pendidikan Islam memberikan jalan hidup manusia secara Islami, bebas dari unsur-unsur yang menyimpang yang akan membawa manusia kedalam lembah kenistaan.

4. Tanggungjawab Pendidikan Islam

Menurut Hadari Nawawi, tanggungjawab pendidikan, termasuk diantaranya pendidikan Islam, terletak pada pundak keluarga, sekolah, dan masyarakat.[5] Ketiga hal tersebut harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai sarana yang memberikan motivasi, fasisilitas pendidikan, wahana pengembangan potensi yang ada dalam diri peserta didik dan memberikan bimbingan dan perhatian terhadap kebutuhan peserta didik.

Manusia sebagai subjek dan objek pendidikan memegang peranan yang sangat penting sekali terhadap pelaksanaan pendidikan Islam. Proses pendidikan Islam tidak akan dapat berjalan secara maksimal tanpa adanya kesadaran dan tanggungjawab pada diri manusia tersebut. Oleh karena itu,  pendidik dan peserta didik serta seluruh aspek yang terkait harus memiliki sikap tanggungjawab terhadap pendidikan yang dijalaninya.

Menurut konsep Islam, segala sesuatu di dunia ini akan diminta oleh Allah pertanggungjawabannya kelak di akhirat, termasuk di dalamnya perkara pendidikan. Untuk itu, manusia haruslah lebih menyadari akan pentingnya pendidikan Islam sehingga dapat melaksanakan tanggungjawab dengan baik, dan pada akhirnya akan mampu menghasilkan pribadi muslim yang penuh dengan kemilau IMTAQ (iman dan taqwa) dan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).

  1. Keluarga

Keluarga merupakan lembaga pertama dan yang paling utama dalam menentukan perkembangan kepribadian anak karena lingkungan keluargalah yang pertama sekali dikenal oleh anak. Dalam keluarga terjadi proses peletakan dasar-dasar pendidikan yang merupakan kunci keberhasilan proses pendidikan selanjutnya. Dalam hal ini kedua orang tua sangat berperan penting sehingga mereka dituntut untuk dapat memberikan model yang baik atau menjadi suri tauladan bagi anak-anaknya. Orang tua yang selalu memberikan sikap yang baik akan sangat mempengaruhi kepribadian anak. Disamping itu orang tua juga dituntut untuk memiliki sikap-sikap yang agamis yang dapat menanamkan nilai-nilai agama pada diri anak didik sehingga akan menjadi pribadi yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan memiliki akhlak yang mulia. Disini peran keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral dan religius anak.

Jadi jelas sekali bahwa tanggungjawab orang tua sangat penting sekali terhadap keberlangsungan pendidikan anaknya. Namun proses pendidikan tidak hanya berlangsung dalam keluarga karena orang tua juga memiliki keterbatasan dalam mendidik anaknya secara sempurna. Untuk itu diperlukan sekali proses pendidikan selanjutnya yaitu yang terjadi di lingkungan sekolah dan masyarakat.

  1. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal, dimana sekolah berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses belajar mengajar secara formal yang memiliki suatu sistem yang terstruktur dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Hal-hal yang tidak didapat dalam lingkungan keluarga bisa didapat melalui pendidikan di sekolah. Misalnya seperti pengetahuan akan ilmu-ilmu pengetahuan yang terus mengalami perkembangan.

Sekolah mengemban tanggungjawab yang sangat besar terhadap kemajuan pribadi individu dan bangsa. Sekolah yang menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik akan mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa. Untuk itu sekolah hendaknya memiliki seperangkat komponen yang saling bekerja sama dan menjalankan peranannya dengan sebaik-baiknya.

Di Indonesia, terdapat beberapa lembaga pendidikan yang diidentikkan sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu pesantren, madrasah, dan sekolah-sekolah milik organisasi Islam.

  1. Masyarakat

Manusia merupakan makhluk sosial, yang saling berinteraksi satu sama lain. Hidup manusia tidak akan sempurna tanpa adanya interaki dengan lingkungan masyarakat tempat ia tinggal. Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang hidup secara dinamis, saling berinteraksi, dan saling membutuhkan untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan.

Dalam dunia pendidikan, masyarakat memiliki tanggungjawab yang sangat penting sekali. Keberadaan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Masyarakat memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan inteligensi dan kepribadian individu peserta didik.

Pendidikan dan masyarakat memiliki hubungan yang timbal balik. Nilai-nilai budaya dalam suatu masyarakat akan dapat dipertahankan dan dilestarikan melalui proses pendidikan. Sebaliknya pendidikan merupakan sarana yang tepat dan efektif dalam menyatukan visi dan tujuan suatu komunitas masyarakat yang beragam.

C.    KONSEP FITRAH MANUSIA

Setiap manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan fitrah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R. Muslim)

Pengertian fitrah secara etimologi berasal dari kata fathara yang memiliki arti menjadikan. Dalam Al-Quran terdapat banyak kata yang mengacu pada pemaknaan kata fitrah. Secara umum, pemaknaan kata fitrah dalam Al-Quran dapat dikelompokkan dalam empat makna, yaitu sebagai berikut:[6]

  1. Proses penciptaan langit dan bumi
  2. Proses penciptaan manusia
  3. Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan seimbang
  4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Secara terminologi terdapat banyak pendapat mengenai makna fitrah. Ada yang mendefinisikan fitrah sebagai potensi manusia untuk beragama, yang merujuk kepada Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 30:

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Fitrah manusia yang dimaksud dalam surat Ar-Rum tersebut diatas adalah berfungsi sebagai pengikat antara manusia dengan Allah, dimana manusia tidak bisa lepas dari aturan-aturan Allah.

Kemudian ada pula yang mengartikan fitrah sebagai iman bawaan yang telah diberikan Allah kepada manusia sejak masih dalam kandungan. Hal ini merujuk kepada Surat Al-A’raf ayat 172:

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.

Namun kedua pendapat tersebut menimbulkan banyak kontroversi diantara para cendekiawan muslim. Oleh karena itu para pemikir muslim lainnya mencoba mencari definisi lain dari kata fitrah, yaitu definisi yang dianggap lebih sesuai dengan kemampuan, fungsi dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang sempurna.

Menurut H.M. Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang di dalamnya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia. Kemampuan dasar manusia merupakan alat untuk mengenal Allah dan mengabdi kepadaNya. Komponen psikologis yang terkandung dalam fitrah yaitu berupa kemampuan dasar untuk beragama, naluri, dan bakat yang mengacu kepada keimanan kepada Allah.

Gambaran fitrah beragama manusia dapat dilihat dalam hal dimana manusia tidak dapat menghindari ketentuan bahwa dirinya telah diatur secara menyeluruh oleh hukum Allah, kemudian mereka diberi oleh Allah kemampuan akal dan kecerdasan.  Kemampuan akal dan kecerdasan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.

Manusia  dilengkapi dengan fitrah dari Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Dengan keterampilan tersebut manusia semakin lama mencapai peradaban yang tinggi dan maju. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini, menurut fitrahnya akan mampu berkembang kepada kesempurnaan. Kesempurnaan yang dimaksud disini bukan hanya kesmpurnaan fisik saja, melainkan termasuk kesempurnaan kepribadian yang mecerminkan figur seorang muslim sejati.

D.    POTENSI MANUSIA

Dalam eksistensinya manusia tidak dapat dipisahkan dari ketergantungannya pada orang lain, karena manusia merupakan makhluk sosial. Sebelum berbicara tentang potensi manusia, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu tentang  hakikat manusia itu sendiri. Sastraprateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis.[7] Hakikat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah bangsa manusia itu sendiri.

Mengenai  potensi manusia, kitab suci Al-Quran memperkenalkan dua kata kunci untuk memahami manusia secara komprehensif yaitu al-insan dan al-basyar. Kata insan jika dilihat dari asal kata anasa mempunyai arti melihat, mengetahui dan minta izin. Hal ini berarti bahwa adanya keterkaitan manusia dengan kemampuan penalaran yaitu melalui penalaran manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, dapat mengetahui mana yang benar dan yang salah, dan  terdorong untuk meminta izin untuk menggunakan sesuatu yag bukan miliknya.[8] Pengertian ini menunjukkan adanya potensi untuk dapat dididik pada diri manusia, artinya manusia merupakan makhluk yang dapat diberi pelajaran atau pendidikan. Kemudian kata insan bila dilihat dari asal kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak luput dari lupa dan salah.

Adapun kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Dalam Al-Quran pemakaian kata basyar memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah anak Adam yang biasa makan dan berjalan di pasar-pasar. Dengan demikian kata basyar mengacu kepada manusia dari aspek lahiriyahnya.[9]

Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa manusia, dilihat dari kaitannya dengan kata insan, merupakan makhluk yang potensial. Potensi-potensi yang dimiliki manusia tersebut menjadi alat utama dalam memperoleh pengajaran dan pendidikan. Kemudian jika dikaitkan dengan kata basyar, manusia satu dengan lainnya merupakan makhluk yang sama dari aspek lahiriyahnya, yaitu makhluk yang memiliki kesamaan dalam bentuk tubuh, makan dan minum dari sumber yang sama dari alam ini, sama mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan pada akhirnya akan menemui ajalnya, kembali kepada Sang Khaliq.

Jadi pada dasarnya manusia memiliki potensi jasmani dan rohani. Potensi jasmani mengacu pada kata basyar dan potensi rohani mengacu pada kata insan. Dengan potensi tersebut mampu menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, sebagai pendukung, penerus dan pengembang kebudayaan.

Manusia merupakan makhluk yang sangat luar biasa dengan segala potensi yang dimilikinya. Pada saat sekarang ini telah banyak terjadi perkembangan dan kemajuan yang dibuat oleh manusia. ini disebabkan oleh potensi otak manusia yang luar biasa hebat. Kemampuan otak manusia dapat menerima dan menyimpan banyak memori. Dengan pemanfaatan otak ini manusia telah banyak menciptakan inovasi baru. Untuk itu manusia hendaknya selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah, salah satunya dengan memanfaatkan fungsi otak kearah yang lebih baik yang akan menjadikannya makhluk yang bermartabat, baik dimata Allah maupun dalam pandangan masyarakat.

Pada hakikatnya manusia sejak lahirnya telah diberi oleh Allah berbagai macam potensi. Potensi-potensi tersebut berupa potensi untuk mendengar (sam’a), potensi untuk melihat (abshara), dan potensi memahami dengan hati (af-idah). Ketiga potensi tersebut merupakan potensi dasar yang perlu dikembangkan sebaik dan semaksimal mungkin.

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS An-Nahl: 78)

E.     FITRAH DAN POTENSI MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dengan dibekali beberapa potensi yaitu potensi jasmani dan rohani. Dari kedua potensi tersebut terkandung pula potensi yang bersifat positif dan negatif. Potensi yang bersifat negatif dapat membuat manusia lupa akan fitrahnya. Potensi yang bersifat negatif ini adalah nafsu. Nafsu yang tidak terkontrol akan membawa manusia kepada jalan buntu sehingga tidak banyak yang dapat dilakukannya kecuali pasrah dan menyerah.

Agar manusia tidak melakukan hal-hal yang membuatnya keluar dari fitrahnya, maka perlu dikembangkan potensi positif manusia yaitu salah satunya dengan pendidikan Islam. Potensi positif manusia dapat berupa potensi otak dan akal. Namun potensi ini juga dapat membawa manusia kearah yang negatif jika tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu pendidikan Islam sangat berperan penting dalam membentuk dan mengembangkan potensi manusia kearah yang lebih baik sehingga kembali pada fitrahnya. Pendidikan Islam merupakan usaha bimbingan jasmani dan rohani manusia menuju arah yang benar sesuai dengan ketentuan hukum Allah SWT.

Islam mengajarkan dan mendidik manusia agar tetap menjaga fitrahnya, yaitu dengan menjaga kesucian hatinya. Menjaga kesucian hati dapat dilakukan dengan selalu melakukan perbuatan baik yang diperintahkan Allah dan meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang telah dilarang oleh Allah. Jika manusia mampu melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan Allah dan meninggalkan sumua larangan-Nya maka manusia tersebut akan memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat.

Setiap manusia telah memiliki potensi sejak mereka dilahirkan. Namun potensi tersebut tidak akan terbentuk dan berkembang dengan baik dan sempurna tanpa melalui suatu proses yang mengarah kepada pembentukan dan perkembangan potensi tersebut, yaitu proses pendidikan. Pendidikan Islam merupakan sebuah sarana yang sangat tepat dalam pembentukan pribadi muslim yang berilmu pengetahuan.

Islam telah menempatkan pendidikan sebagai sebuah proses pembentukan dan pengembangan potensi manusia seutuhnya. Untuk dapat mengembangkan potensi manusia secara maksimal pendidikan Islam hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan manusia serta penanaman nilai-nilai fundamental sebagai dasar pembentukan kepribadian peserta didik. Penanaman nilai-nilai fundamental ini hendaknya sudah terlaksana secara mantap pada pendidikan keluarga, dimana keluarga merupakan pendidikan pertama bagi setiap manusia. dalam hal ini kedua orangtua sangat berperan penting terhadap perkembangan anak-anak nya. Penanaman nilai-nilai fundamental ini dapat dilakukan dengan pemberian contoh yang baik terhadap anak. Orangtua dituntut untuk dapat memberikan tauladan yang baik karna hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Keberhasilan dalam pendidikan keluarga ini menjadi jembatan yang kokoh menuju pendidikan selanjutnya.

Di era globalisasi ini, pendidikan Islam sangat dituntut untuk dapat menghasilkan manusia yang berkualitas yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi juga terus berkembang. Pendidikan Islam harus memperhatikan hal tersebut sehingga pengembangan potensi manusia dapat dilakukan secara efektif.

Sebenarnya bila diperhatikan dengan seksama, makna manusia yang telah dijelaskan Allah dalam Al-Quran akan dapat dijadikan pedoman untuk dapat mewujudkan pendidikan yang proporsional dan ideal. Hal ini dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu:[10]

  1. Pendekatan perkata.

Ketika Allah menggunakan istilah al-basyar, sebagaimana yang tertera dalam Al-Quran, dalam menunjuk manusia sebagai makhluk yang sama secara lahiriyah (fisik), maka pendidikan harus mampu menyentuh perkembangan potensi fisik peserta didik. Ketika Allah menggunakan istilah al-insan, maka pendidikan juga harus mampu mengembangkan aspek fisik dan psikis peserta didik.  Artinya, pendidikan, termasuk didalamnya pendidikan Islam harus memperhatikan aspek fisik dan psikis peserta didik secara optimal. Selanjutnya ketika Allah menggunakan istilah al-nas, yang merupakan bentuk jamak dari kata al-insan, maka interaksi pendidikan juga harus mampu menyentuh aspek sosial peserta didik, yaitu aspek dalam hubungannya dengan masyarakat.

  1. Pendekatan makna substansial.

Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia dengan berbagai potensi yang bersifat dinamis. Berbagai potensi tersebut menjadikan manusia berbeda dan lebih sempurna dibanding makhluk lain. Manusia juga diberi kebebasan oleh Allah dalam mengembangkan potensinya, namun tidak boleh terlepas dari batas-batas yang telah ditentukan. Manusia akan menjadi makhluk yang hina jika ia tidak dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensinya secara maksimal sesuai dengan hukum-hukum Allah. Sehubungan dengan hal tersebut, secara substansial interaksi pendidikan seharusnya mengacu pada pesan Allah melalui ketiga istilah yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu al-basyar, al-insan, dan al-nas. Dalam hal ini interaksi pendidikan harus mampu membentuk dan mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia secara optimal serta mampu meminimalisir segala keterbatasan manusia. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya manusia dibalik kesempurnaan ciptaannya juga memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan. Kelemahan dan keterbataan ini dapat di minimalisir melalui proses pendidikan Islam.

Jadi dengan terwujudnya pendidikan yang proporsional dan ideal, kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara akan berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Manusia akan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan fitrahnya serta mampu menyesuaikan dirinya dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat seperti yang terjadi pada saat sekarang ini.

DAFTAR PUSTAKA

 

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

Nizar, Samsul, Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 1999

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006


[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. ke-5, h. 14

[2] Samsul Nizar, Peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam, (Padang:IAIN mam Bonjol Press, 1999), h. 59

[3]  Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 118

[4]  Ramayulis, op.cit., h. 141

[5]  Ibid., h. 124

[6]  Samsul Nizar, op.cit., h. 37

[7]  Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 28

[8]  Ibid., h. 29

[9]  Ibid., h. 31

[10]  Samsul nizar, op.cit., h. 133